Rabu, 16 Juli 2025

PERMENDIKDASMEN NO 13 TAHUN 2025

 PERATURAN TERBARU TENTANG KURIKULUM



PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2025 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI NOMOR 12 TAHUN 2024 TENTANG KURIKULUM PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, JENJANG PENDIDIKAN DASAR, DAN JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH 


KERANGKA DASAR KURIKULUM

A. Tujuan

Kurikulum memiliki tujuan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, kewargaan, penalaran kritis, kreativitas,

kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi serta

menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa Peserta Didik sebagai

pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila melalui pembelajaran

mendalam.

B. Prinsip

Kurikulum dirancang dengan prinsip:

1. pengembangan karakter, yaitu pengembangan kompetensi spiritual,

moral, sosial, dan emosional Peserta Didik yang terintegrasi dalam

intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, serta melalui

pembiasaan dalam budaya sekolah;

2. fleksibel, yaitu dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan

kompetensi Peserta Didik, karakteristik Satuan Pendidikan, dan

konteks lingkungan sosial budaya setempat; dan

berfokus pada muatan esensial, yaitu berpusat pada muatan yang

paling diperlukan untuk mengembangkan kompetensi dan karakter

Peserta Didik agar proses pembelajaran dapat dikelola secara optimal

untuk pembelajaran mendalam. 

C. Landasan Filosofis 

Filosofi pendidikan memiliki peran fundamental dalam membangun

sistem pendidikan yang berorientasi pada pengembangan manusia secara

utuh. Filosofi ini menjadi landasan yang mengarahkan tujuan dan proses

pendidikan agar senantiasa relevan dengan konteks sosial, budaya, dan

tantangan zaman. Sebagaimana ditegaskan oleh John Dewey, pendidikan

bukanlah sekadar persiapan untuk hidup di masa mendatang, namun

juga merupakan kehidupan itu sendiri. Hal ini berarti pendidikan tidak

hanya menjadi sarana transfer ilmu, tetapi juga alat untuk membangun

masyarakat ideal yang mencerminkan nilai-nilai universal seperti

kebebasan, keadilan, dan kemanusiaan, dengan mengintegrasikannya ke

dalam pengalaman hidup peserta didik.

Para filsuf ternama seperti Dewey, Ausubel, Ornstein dan Hunkins, dan

Ralph Tyler, menekankan pentingnya filosofi pendidikan dalam

menciptakan sistem yang visioner dan dinamis. Filosofi ini merefleksikan

cita-cita manusia dalam membangun masyarakat inklusif dan progresif.

Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menjadi sarana untuk

 

memperoleh pengetahuan, tetapi juga sebagai instrumen transformasi

sosial yang memungkinkan manusia terus berkembang seiring perubahan

zaman.

Pendidikan yang ideal tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga

memerdekakan, membentuk karakter, dan memberdayakan manusia

untuk berkontribusi positif kepada masyarakat. Ki Hajar Dewantara

menekankan bahwa pendidikan harus berorientasi pada kemandirian

peserta didik, didukung oleh sistem among yang mencakup nilai asah,

asih, asuh. Dalam pandangannya, pendidikan harus berakar pada budaya

bangsa, berfungsi sebagai pranata sosial yang melestarikan dan

mengembangkan kebudayaan, serta menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan, sebagaimana tercermin dalam konsep "Taman Siswa."

Filosofi ini sejalan dengan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, yang melihat

pendidikan sebagai alat perubahan sosial. Baginya, pendidikan bukan

hanya transfer ilmu, melainkan proses pembentukan manusia

berintegritas yang berperan aktif dalam menciptakan masyarakat

berkemajuan dengan prinsip berbuat untuk kebaikan bersama tanpa

memperalat orang lain.

Selanjutnya K.H. Ahmad Dahlan menekankan tujuh prinsip filosofis yang

perlu menjadi landasan dalam proses pendidikan, yaitu (1) berasaskan

pada tujuan hidup; (2) tidak sombong, tidak takabur; (3) kegigihan belajar

untuk ketuntasan kinerja; (4) mengoptimalkan penggunaan akal untuk

menemukan kebenaran sejati; (5) berani menegakkan kebenaran; (6)

berbuat untuk kebaikan sesama, bukan untuk memperalat mereka; dan

 

pengamalan ilmu agama dengan tingkat kualitas tinggi untuk

kemanfaatan bersama. Dengan demikian K.H. Ahmad Dahlan juga

menegaskan pentingnya pendidikan sebagai alat perubahan sosial dan

pendidikan harus melahirkan manusia yang berperan aktif untuk

mewujudkan masyarakat berkemajuan. 

Lebih jauh, pendidikan harus mampu menjawab kebutuhan kolektif dan

individu dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual, intelektual, dan

sosial secara holistik. K.H. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa tujuan

pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan

sejahtera melalui pendekatan yang inklusif, bermutu, dan relevan. Nilai

nilai mabadi khaira ummah seperti integritas, etos kerja, dan keadilan

menjadi landasan penting dalam pembelajaran yang moderat dan adaptif.

Pandangan ini bersinergi dengan gagasan Ki Bagus Hadikusumo, yang

percaya bahwa pendidikan harus mengembangkan keterampilan berpikir

tingkat tinggi seperti kemampuan melakukan analisis dan sintesis,

sehingga peserta didik mampu memahami dan menghadapi tantangan

yang kompleks.

kelompok

Pendidikan juga harus bersifat transformatif, bermakna, dan berpihak

kepada

termarjinalkan.

Romo Y.B. Mangunwijaya

mengemukakan bahwa pendidikan harus menjadi jalan pembebasan

melalui dialog lintas budaya dan pemahaman kontekstual. Dalam

pendekatan ini, peserta didik tidak hanya menjadi penerima ilmu, tetapi

juga aktor perubahan sosial yang aktif dalam menyelesaikan masalah

nyata melalui refleksi dan kolaborasi. Prinsip ini sejalan dengan gagasan

Ki Hajar Dewantara dan K.H. Ahmad Dahlan yang menekankan bahwa

pendidikan harus relevan dengan kehidupan sosial, membangun

masyarakat yang adil, dinamis, dan berbasis nilai.

 

Semangat saling memuliakan dalam lingkungan pendidikan, sebagaimana

diajarkan oleh K.H. Hasyim Asy'ari, berpusat pada penghormatan

mendalam terhadap tiga elemen penting: guru, teman sejawat, dan

sumber ilmu. Menghormati guru berarti mengakui peran mereka sebagai

pendidik dan teladan, dengan mendengarkan, mematuhi, dan bersikap

sopan. Menghormati teman sejawat menciptakan lingkungan yang

kolaboratif, di mana semua pihak saling mendukung dan berbagi ilmu

tanpa iri hati. Sementara itu, menghormati sumber ilmu mengajarkan

pentingnya menjaga kesucian ilmu dengan memanfaatkannya untuk

tujuan mulia dan tetap rendah hati dalam pencapaian intelektual sangat

dianjurkan oleh KH. Ahmad Dahlan. K.H. Ahmad Dahlan juga

mengajarkan bahwa pendidikan yang memuliakan bertujuan untuk

membangkitkan kesadaran sosial dan menumbuhkan semangat melayani

sesama sebagai bentuk ibadah. Romo Y.B. Mangunwijaya menambahkan

bahwa penghormatan terhadap martabat manusia, terutama kaum yang

terpinggirkan, menjadikan pendidikan sarana pembebasan dan

pemberdayaan. Senada dengan itu, Ki Bagus Hadikusumo menekankan

pentingnya membangun integritas moral yang kokoh sebagai pondasi

utama dalam memuliakan kehidupan bersama. Dengan fondasi ini,

pendidikan tidak hanya menjadi wadah pembelajaran yang efektif tetapi

juga membentuk karakter yang kuat, menumbuhkan nilai-nilai spiritual,

serta menciptakan harmoni antara aspek intelektual, moral, dan spiritual

dalam proses pendidikan.

Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan, berbagai tokoh nasional dari

beragam latar belakang dan disiplin ilmu turut menyumbangkan

pandangan filosofis yang mendalam mengenai pendidikan. Mereka

menekankan pentingnya pembentukan karakter, penghormatan terhadap

ilmu pengetahuan, dan pemberian manfaat bagi masyarakat. Meskipun

setiap tokoh memiliki penekanan yang berbeda-beda, kontribusi mereka

berperan dalam membangun pendidikan Indonesia yang beradab,

berkeadilan, dan relevan dengan tuntutan zaman.

Selanjutnya Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta'līm al-Muta'allim menekankan

pentingnya adab dan metode belajar yang efektif dalam memperoleh ilmu

yang bermanfaat. Salah satu konsep utama yang relevan dengan

pembelajaran mendalam adalah urgensi kesungguhan dan niat yang

ikhlas dalam belajar sehingga peserta didik mendapat kemanfaatannya.

Pembelajaran juga terkait erat dengan adab memuliakan, yang mencakup

penghormatan terhadap ilmu dan guru. Dalam proses ini, peserta didik

dan guru saling memuliakan dalam berinteraksi. Prinsip ini sejalan

dengan salah satu dari empat kerangka pembelajaran mendalam, yaitu

lingkungan pembelajaran, yang menekankan pentingnya budaya belajar

yang positif. Selain kesungguhan dalam belajar, interaksi yang baik

dengan ilmu, guru, dan sesama peserta didik menjadi faktor penting

dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.

Az-Zarnuji juga menyoroti pentingnya strategi belajar yang sistematis,

seperti memahami makna sebelum menghafal, serta mengulang dan

mendiskusikan pelajaran. Dalam konteks pembelajaran mendalam,

strategi ini mencerminkan pendekatan berbasis inkuiri dan kolaborasi, di

mana peserta didik tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi

juga secara aktif membangun pemahaman melalui eksplorasi, diskusi,

dan refleksi mendalam. Konsep kesadaran dalam belajar yang dibahas

Syaikh Az-Zarnuji juga relevan dengan prinsip pembelajaran mendalam

yang berorientasi pada pembelajaran berkesadaran. Peserta didik didorong

-4-

untuk memiliki kesadaran dan motivasi belajar, mempersiapkan diri

sebelum belajar, serta memahami pengalaman belajar yang diberikan oleh

guru. Selain itu, pengalaman belajar yang menekankan pemahaman dan

pengamalan, selaras dengan tahapan dalam pembelajaran mendalam,

yaitu memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Pembelajaran bukan

hanya sekadar menghafal, tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmu

agar menjadi bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 

Secara keseluruhan, pandangan-pandangan ini saling melengkapi untuk

membangun sistem pendidikan yang tidak hanya fokus pada kecakapan

intelektual, tetapi juga pada pembentukan karakter dan pemberdayaan

manusia. Dengan integrasi pemikiran ini, pendidikan menjadi fondasi

untuk mewujudkan generasi yang tidak hanya terampil secara akademis,

tetapi juga memiliki integritas moral, empati sosial, dan spiritualitas yang

kokoh. Sistem pendidikan seperti ini tidak hanya relevan dengan

perkembangan zaman, tetapi juga memberi arah yang jelas dalam

menghadapi tantangan global di masa depan.

Pembelajaran Mendalam sejalan dengan pemikiran para filsuf pendidikan,

karena pembelajaran mendalam menempatkan peserta didik sebagai

pusat dari proses pembelajaran, dengan menciptakan suasana belajar

yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Pendekatan ini

semakin relevan dalam menghadapi dunia yang penuh kompleksitas dan

ketidakpastian, dengan cara mengintegrasikan olah pikir (intelektual),

olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olah raga (kinestetik) secara

holistik dan terpadu. Pembelajaran Mendalam tidak hanya bertujuan

meningkatkan kemampuan akademik, tetapi juga membentuk karakter,

kreativitas, dan empati, sehingga peserta didik tumbuh menjadi individu

yang utuh dan selaras dengan tuntutan global.

Pembelajaran mendalam menekankan bahwa pembelajaran bukan

sekadar transfer ilmu, melainkan penciptaan suasana yang memuliakan

peserta didik. Filosofi ini berlandaskan pandangan pendidikan holistik

yang mengedepankan keseimbangan antara aspek intelektual, emosional,

spiritual, dan fisik. Melalui pembelajaran berkesadaran, peserta didik

diajak untuk hadir secara penuh dalam setiap aktivitas belajar.

Pendekatan ini menegaskan pentingnya sinkronisasi antara pikiran,

perasaan, dan tindakan, sebagaimana diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara

melalui sistem among yang berbasis nilai asah, asih, dan asuh. Dengan

kesadaran penuh, peserta didik diajak memahami bahwa belajar adalah

proses refleksi mendalam yang melibatkan penerimaan terhadap

keragaman perspektif dan komitmen untuk terus berkembang.

Pembelajaran bermakna dalam pembelajaran mendalam memastikan

bahwa materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan nyata peserta

didik. Dengan menghubungkan pembelajaran pada konteks budaya,

sosial, dan tantangan sehari-hari, pembelajaran mendalam memotivasi

peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, dan sintesis dalam

memecahkan masalah kompleks. Pendekatan ini sejalan dengan

pandangan K.H. Ahmad Dahlan yang memandang pendidikan sebagai alat

perubahan sosial yang membangkitkan kesadaran kolektif. Dengan

pembelajaran bermakna, peserta didik tidak hanya mendapatkan

pengetahuan praktis, tetapi juga membangun wawasan untuk

berkontribusi secara positif terhadap masyarakat.

-5-

Suasana belajar yang menggembirakan merupakan prinsip utama

pembelajaran mendalam, di mana pembelajaran dirancang agar bebas

dari tekanan yang berlebihan dan penuh dengan antusiasme. Filosofi ini

menggemakan prinsip Taman Siswa yang dicanangkan oleh Ki Hajar

Dewantara, di mana kebebasan berekspresi, kenyamanan, dan motivasi

intrinsik peserta didik dipupuk. Dalam suasana belajar yang

menggembirakan ini, peserta didik termotivasi untuk mengeksplorasi ilmu

pengetahuan dengan semangat dan keinginan mendalam, karena

dilandasi oleh keamanan psikologis yang membebaskan mereka dari rasa

takut dan memungkinkan mereka untuk berekspresi, berpikir kritis, dan

berkreasi tanpa hambatan.

Dimensi olah pikir dalam pembelajaran mendalam berfokus pada

pengembangan kemampuan intelektual peserta didik melalui eksplorasi,

eksperimen, dan inovasi. Pendekatan ini menekankan integrasi antara

teori dan praktik untuk memotivasi pola pikir adaptif dan solusi kreatif.

Dimensi olah hati dan olah rasa memperkuat nilai-nilai moral, etika, dan

estetika, membentuk peserta didik yang berintegritas, berempati, dan

berkomitmen terhadap keadilan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki

Bagus Hadikusumo dan Romo Y.B. Mangunwijaya yang menekankan

pentingnya pendidikan berbasis moralitas dan penghormatan terhadap

martabat manusia.

Dimensi

olahraga melengkapi pembelajaran mendalam dengan

mengedepankan keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental. Melalui

aktivitas fisik yang terintegrasi dalam pembelajaran, peserta didik diajak

untuk menjaga kesehatan tubuh sebagai fondasi dari keberhasilan

akademik dan kehidupan. Pendekatan ini menanamkan nilai disiplin,

ketekunan, dan daya tahan, sekaligus menyadarkan peserta didik bahwa

tubuh yang sehat mendukung pikiran yang tajam dan hati yang tenang.

Pembelajaran mendalam juga menumbuhkan semangat saling

memuliakan di lingkungan pendidikan, dengan menempatkan

penghormatan sebagai inti dari proses pembelajaran. Sebagaimana

diajarkan oleh K.H. Hasyim Asy'ari, lingkungan pendidikan yang baik

harus mencerminkan penghormatan terhadap guru, teman sejawat, dan

sumber ilmu. Guru dihormati sebagai pembimbing penuh kasih sayang,

teman sejawat dihargai dalam semangat kolaborasi, dan sumber ilmu

dirawat dengan sikap rendah hati. Melalui sistem among, yang mencakup

nilai asah, asih, dan asuh, pembelajaran mendalam menciptakan harmoni

yang mendukung peserta didik untuk berkembang secara alami tanpa

tekanan yang mengekang.

Dengan mengintegrasikan semua dimensi ini, pembelajaran mendalam

menciptakan pengalaman pendidikan yang menyeluruh dan relevan

dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Filosofi ini tidak hanya

membentuk peserta didik yang cerdas, tetapi juga bermartabat, mandiri,

dan berempati, siap menghadapi tantangan global dengan percaya diri

dan kesadaran penuh.

D. Landasan Sosiologis

Secara sosiologis, hakikat pendidikan yang dimanifestasikan dalam proses

pembelajaran sangat berkaitan erat dengan kepentingan nasional,

terutama keberadaan dan kondisi bangsa yang majemuk terdiri atas

berbagai suku, ras, budaya, dan bahasa, yang perlu dibangun menjadi

-6-

bangsa yang maju dan berjati diri. Rumusan mencerdaskan kehidupan

bangsa bermakna filosofis mendalam dan merupakan tujuan ke-3 dari

kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Para pendiri bangsa

mengamanatkan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 bahwa bangsa

Indonesia harus membangun kehidupan yang cerdas dan sempurna

dalam menggunakan akal budinya di berbagai aspek kehidupan. Di

samping itu, mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya berarti

cerdas sumber daya manusianya, melainkan seluruh aspek kehidupan

bangsa baik menyangkut aspek budaya, sistem, dan lingkungan dalam

cakupan yang luas yang menggambarkan kehidupan kebangsaan.

Pembelajaran mendalam sebagai fondasi dari seluruh proses

pembelajaran dalam sistem pendidikan nasional merupakan sarana untuk

mewujudkan amanat konstitusi untuk membangun kehidupan bangsa

yang cerdas seperti diuraikan di atas. Dalam perspektif ini, pembelajaran

mendalam akan menjiwai seluruh ekosistem sebagai kesatuan sistem

pendidikan nasional secara utuh. Sebagai fondasi ekosistem pendidikan,

hakikat pembelajaran mendalam akan mewujud dalam fungsi dan peran

semua komponen mulai dari sistem terkecil di kelas sampai sistem

terbesar.

Aspek sosiologis dari pendidikan yang holistik pun selaras dengan

pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan umumnya berarti daya

upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,

karakter), pikiran, dan tubuh anak. Pendidikan menuntut segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai

manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan

dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pembelajaran mendalam

menjadi fondasi utama untuk pengembangan kesadaran diri secara

spiritual, sosial, bermakna, kontekstual, dan relevan dengan kehidupan,

dan menggembirakan secara lahir batin.

E. Landasan Psikopedagogis

Landasan psikopedagogis merupakan landasan yang memberikan dasar

Kurikulum terkait proses manusia belajar dan berkembang.

Penggabungan teori psikologi perkembangan dan pedagogi dimaksudkan

untuk memastikan bahwa pengalaman belajar disesuaikan dengan

kebutuhan dan kapasitas Peserta Didik. Untuk memperhatikan tingkat

perkembangan dan kemajuan belajar maka Peserta Didik ditempatkan

sebagai pelaku aktif pembelajaran. 

F. Pendekatan Pembelajaran Mendalam

Pendekatan pembelajaran mendalam merupakan pendekatan yang

memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar dan

proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan

melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan

terpadu. Pendekatan ini mendorong Peserta Didik untuk belajar secara

sadar dan penuh perhatian, menikmati proses pembelajaran dengan

antusias dan semangat serta menemukan makna dan relevansi dari apa

yang dipelajari terhadap kehidupan mereka. Hal ini memungkinkan

Peserta Didik untuk terlibat aktif, menghubungkan pengetahuan baru

dengan pengalaman sebelumnya, dan membangun pemahaman yang

berdampak jangka panjang.

Kerangka kerja pembelajaran mendalam terdiri atas empat komponen,

yaitu (1) dimensi profil lulusan, (2) prinsip pembelajaran, (3) pengalaman

belajar, dan (4) kerangka pembelajaran. Pembelajaran mendalam

difokuskan pada pencapaian delapan dimensi profil lulusan yaitu (1)

keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) kewargaan,

(3) penalaran kritis, (4) kreativitas, (5) kolaborasi, (6) kemandirian, (7)

kesehatan, dan (8) komunikasi. Dimensi profil lulusan merupakan

kompetensi utuh yang harus dimiliki oleh setiap Peserta Didik setelah

menyelesaikan proses pembelajaran dan  pendidikan.

Delapan dimensi profil lulusan merupakan hasil dari capaian

pengetahuan, keterampilan, dan karakter. Di samping itu, delapan

dimensi profil lulusan menumbuhkembangkan lulusan yang memiliki

kepemimpinan efektif yang berintegritas, profesional, dan transformatif.

Profil lulusan dicapai melalui prinsip sebagai berikut. 

Pembelajaran yang berkesadaran terjadi ketika Peserta Didik menjadi

pemelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Peserta Didik

memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik untuk

belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk mencapai

tujuan. Ketika Peserta Didik memiliki kesadaran belajar, mereka

akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan sebagai pembelajar

sepanjang hayat.

Pembelajaran yang bermakna terjadi ketika Peserta Didik dapat

menerapkan pengetahuannya secara kontekstual. Proses belajar

Peserta Didik tidak hanya sebatas memahami informasi/penguasaan

konten, namun berorientasi pada kemampuan mengaplikasi

pengetahuan. Kemampuan ini mendukung retensi jangka panjang.

Pembelajaran terkoneksi dengan lingkungan Peserta Didik membuat

mereka memahami siapa dirinya, bagaimana menempatkan diri, dan

bagaimana mereka dapat berkontribusi kembali. Konsep

pembelajaran yang bermakna melibatkan Peserta Didik dengan isu

nyata dalam konteks personal, lokal, nasional, global. Pembelajaran

harus melibatkan orang tua, masyarakat, atau komunitas sebagai

sumber pengetahuan praktis, serta menumbuhkan rasa tanggung

jawab dan kepedulian sosial. 

Pembelajaran yang menggembirakan merupakan suasana belajar

yang positif, menantang, menyenangkan, dan memotivasi. Rasa

senang dalam belajar membantu Peserta Didik terhubung secara

emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan

menerapkan pengetahuan. Ketika Peserta Didik menikmati proses

belajar, motivasi intrinsik mereka akan tumbuh, mendorong rasa

ingin tahu, kreativitas, dan keterlibatan aktif. Dengan demikian,

pembelajaran membangun pengalaman belajar yang berkesan.

Bergembira dalam belajar juga diwujudkan ketika setiap Peserta

Didik merasa nyaman, Peserta Didik terpenuhi kebutuhannya seperti

pemenuhan kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan

kasih sayang dan rasa memiliki, kebutuhan penghargaan, serta

kebutuhan aktualisasi diri.


Untuk lebih lengkapnya  PERMENDIKDASMEN NO 13 TAHUN 2025 silahkan unduh klik SINI



#cerdasberkarakter

#7kebiasaananakindonesiahebat

#AnakIndonesiaHebat #KebiasaanAnak

#KebiasaanPositif #kurikulumterbaru

#pembelajaranmendalam

#kemendikdasmenramah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar