PERATURAN TERBARU TENTANG KURIKULUM
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2025 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI NOMOR 12 TAHUN 2024 TENTANG KURIKULUM PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, JENJANG PENDIDIKAN DASAR, DAN JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH
KERANGKA DASAR KURIKULUM
A. Tujuan
Kurikulum memiliki tujuan untuk
meningkatkan keimanan, ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
kewargaan, penalaran kritis, kreativitas,
kolaborasi, kemandirian, kesehatan,
dan komunikasi serta
menumbuhkembangkan cipta, rasa,
dan karsa Peserta Didik sebagai
pelajar sepanjang hayat yang
berkarakter Pancasila melalui pembelajaran
mendalam.
B. Prinsip
Kurikulum dirancang dengan prinsip:
1. pengembangan karakter, yaitu pengembangan kompetensi
spiritual,
moral, sosial, dan emosional Peserta Didik yang terintegrasi
dalam
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, serta
melalui
pembiasaan dalam budaya sekolah;
2. fleksibel, yaitu dapat disesuaikan dengan kebutuhan
pengembangan
kompetensi Peserta Didik, karakteristik Satuan Pendidikan,
dan
konteks lingkungan sosial budaya setempat; dan
berfokus pada muatan esensial, yaitu berpusat pada muatan
yang
paling diperlukan untuk mengembangkan kompetensi dan
karakter
Peserta Didik agar proses pembelajaran dapat dikelola secara
optimal
untuk pembelajaran mendalam.
C. Landasan Filosofis
Filosofi pendidikan memiliki peran fundamental dalam
membangun
sistem pendidikan yang berorientasi pada pengembangan
manusia secara
utuh. Filosofi ini menjadi landasan yang mengarahkan tujuan
dan proses
pendidikan agar senantiasa relevan dengan konteks sosial,
budaya, dan
tantangan zaman. Sebagaimana ditegaskan oleh John Dewey,
pendidikan
bukanlah sekadar persiapan untuk hidup di masa mendatang,
namun
juga merupakan kehidupan itu sendiri. Hal ini berarti
pendidikan tidak
hanya menjadi sarana transfer ilmu, tetapi juga alat untuk
membangun
masyarakat ideal yang mencerminkan nilai-nilai universal
seperti
kebebasan, keadilan, dan kemanusiaan, dengan
mengintegrasikannya ke
dalam pengalaman hidup peserta didik.
Para filsuf ternama seperti Dewey, Ausubel, Ornstein dan
Hunkins, dan
Ralph Tyler, menekankan pentingnya filosofi pendidikan dalam
menciptakan sistem yang visioner dan dinamis. Filosofi ini
merefleksikan
cita-cita manusia dalam membangun masyarakat inklusif dan
progresif.
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menjadi sarana untuk
memperoleh pengetahuan, tetapi juga sebagai instrumen
transformasi
sosial yang memungkinkan manusia terus berkembang seiring
perubahan
zaman.
Pendidikan yang ideal tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga
memerdekakan, membentuk karakter, dan memberdayakan manusia
untuk berkontribusi positif kepada masyarakat. Ki Hajar
Dewantara
menekankan bahwa pendidikan harus berorientasi pada
kemandirian
peserta didik, didukung oleh sistem among yang mencakup
nilai asah,
asih, asuh. Dalam pandangannya, pendidikan harus berakar
pada budaya
bangsa, berfungsi sebagai pranata sosial yang melestarikan
dan
mengembangkan kebudayaan, serta menciptakan suasana belajar
yang
menyenangkan, sebagaimana tercermin dalam konsep "Taman
Siswa."
Filosofi ini sejalan dengan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan,
yang melihat
pendidikan sebagai alat perubahan sosial. Baginya,
pendidikan bukan
hanya transfer ilmu, melainkan proses pembentukan manusia
berintegritas yang berperan aktif dalam menciptakan
masyarakat
berkemajuan dengan prinsip berbuat untuk kebaikan bersama
tanpa
memperalat orang lain.
Selanjutnya K.H. Ahmad Dahlan menekankan tujuh prinsip
filosofis yang
perlu menjadi landasan dalam proses pendidikan, yaitu (1)
berasaskan
pada tujuan hidup; (2) tidak sombong, tidak takabur; (3)
kegigihan belajar
untuk ketuntasan kinerja; (4) mengoptimalkan penggunaan akal
untuk
menemukan kebenaran sejati; (5) berani menegakkan kebenaran;
(6)
berbuat untuk kebaikan sesama, bukan untuk memperalat
mereka; dan
pengamalan ilmu agama dengan tingkat kualitas tinggi untuk
kemanfaatan bersama. Dengan demikian K.H. Ahmad Dahlan juga
menegaskan pentingnya pendidikan sebagai alat perubahan
sosial dan
pendidikan harus melahirkan manusia yang berperan aktif
untuk
mewujudkan masyarakat berkemajuan.
Lebih jauh, pendidikan harus mampu menjawab kebutuhan
kolektif dan
individu dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual,
intelektual, dan
sosial secara holistik. K.H. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa
tujuan
pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman, bertakwa,
dan
sejahtera melalui pendekatan yang inklusif, bermutu, dan
relevan. Nilai
nilai mabadi khaira ummah seperti integritas, etos kerja,
dan keadilan
menjadi landasan penting dalam pembelajaran yang moderat dan
adaptif.
Pandangan ini bersinergi dengan gagasan Ki Bagus Hadikusumo,
yang
percaya bahwa pendidikan harus mengembangkan keterampilan
berpikir
tingkat tinggi seperti kemampuan melakukan analisis dan
sintesis,
sehingga peserta didik mampu memahami dan menghadapi
tantangan
yang kompleks.
kelompok
Pendidikan juga harus bersifat transformatif, bermakna, dan
berpihak
kepada
termarjinalkan.
Romo Y.B. Mangunwijaya
mengemukakan bahwa pendidikan harus menjadi jalan pembebasan
melalui dialog lintas budaya dan pemahaman kontekstual.
Dalam
pendekatan ini, peserta didik tidak hanya menjadi penerima
ilmu, tetapi
juga aktor perubahan sosial yang aktif dalam menyelesaikan
masalah
nyata melalui refleksi dan kolaborasi. Prinsip ini sejalan
dengan gagasan
Ki Hajar Dewantara dan K.H. Ahmad Dahlan yang menekankan
bahwa
pendidikan harus relevan dengan kehidupan sosial, membangun
masyarakat yang adil, dinamis, dan berbasis nilai.
Semangat saling memuliakan dalam lingkungan pendidikan,
sebagaimana
diajarkan oleh K.H. Hasyim Asy'ari, berpusat pada
penghormatan
mendalam terhadap tiga elemen penting: guru, teman sejawat,
dan
sumber ilmu. Menghormati guru berarti mengakui peran mereka
sebagai
pendidik dan teladan, dengan mendengarkan, mematuhi, dan
bersikap
sopan. Menghormati teman sejawat menciptakan lingkungan yang
kolaboratif, di mana semua pihak saling mendukung dan
berbagi ilmu
tanpa iri hati. Sementara itu, menghormati sumber ilmu
mengajarkan
pentingnya menjaga kesucian ilmu dengan memanfaatkannya
untuk
tujuan mulia dan tetap rendah hati dalam pencapaian
intelektual sangat
dianjurkan oleh KH. Ahmad Dahlan. K.H. Ahmad Dahlan juga
mengajarkan bahwa pendidikan yang memuliakan bertujuan untuk
membangkitkan kesadaran sosial dan menumbuhkan semangat
melayani
sesama sebagai bentuk ibadah. Romo Y.B. Mangunwijaya
menambahkan
bahwa penghormatan terhadap martabat manusia, terutama kaum
yang
terpinggirkan, menjadikan pendidikan sarana pembebasan dan
pemberdayaan. Senada dengan itu, Ki Bagus Hadikusumo
menekankan
pentingnya membangun integritas moral yang kokoh sebagai
pondasi
utama dalam memuliakan kehidupan bersama. Dengan fondasi
ini,
pendidikan tidak hanya menjadi wadah pembelajaran yang
efektif tetapi
juga membentuk karakter yang kuat, menumbuhkan nilai-nilai
spiritual,
serta menciptakan harmoni antara aspek intelektual, moral,
dan spiritual
dalam proses pendidikan.
Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan, berbagai tokoh
nasional dari
beragam latar belakang dan disiplin ilmu turut menyumbangkan
pandangan filosofis yang mendalam mengenai pendidikan.
Mereka
menekankan pentingnya pembentukan karakter, penghormatan
terhadap
ilmu pengetahuan, dan pemberian manfaat bagi masyarakat.
Meskipun
setiap tokoh memiliki penekanan yang berbeda-beda,
kontribusi mereka
berperan dalam membangun pendidikan Indonesia yang beradab,
berkeadilan, dan relevan dengan tuntutan zaman.
Selanjutnya Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta'līm al-Muta'allim
menekankan
pentingnya adab dan metode belajar yang efektif dalam
memperoleh ilmu
yang bermanfaat. Salah satu konsep utama yang relevan dengan
pembelajaran mendalam adalah urgensi kesungguhan dan niat
yang
ikhlas dalam belajar sehingga peserta didik mendapat
kemanfaatannya.
Pembelajaran juga terkait erat dengan adab memuliakan, yang
mencakup
penghormatan terhadap ilmu dan guru. Dalam proses ini,
peserta didik
dan guru saling memuliakan dalam berinteraksi. Prinsip ini
sejalan
dengan salah satu dari empat kerangka pembelajaran mendalam,
yaitu
lingkungan pembelajaran, yang menekankan pentingnya budaya
belajar
yang positif. Selain kesungguhan dalam belajar, interaksi
yang baik
dengan ilmu, guru, dan sesama peserta didik menjadi faktor
penting
dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.
Az-Zarnuji juga menyoroti pentingnya strategi belajar yang
sistematis,
seperti memahami makna sebelum menghafal, serta mengulang
dan
mendiskusikan pelajaran. Dalam konteks pembelajaran
mendalam,
strategi ini mencerminkan pendekatan berbasis inkuiri dan
kolaborasi, di
mana peserta didik tidak hanya menerima informasi secara
pasif, tetapi
juga secara aktif membangun pemahaman melalui eksplorasi,
diskusi,
dan refleksi mendalam. Konsep kesadaran dalam belajar yang
dibahas
Syaikh Az-Zarnuji juga relevan dengan prinsip pembelajaran
mendalam
yang berorientasi pada pembelajaran berkesadaran. Peserta
didik didorong
-4-
untuk memiliki kesadaran dan motivasi belajar, mempersiapkan
diri
sebelum belajar, serta memahami pengalaman belajar yang
diberikan oleh
guru. Selain itu, pengalaman belajar yang menekankan
pemahaman dan
pengamalan, selaras dengan tahapan dalam pembelajaran
mendalam,
yaitu memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Pembelajaran
bukan
hanya sekadar menghafal, tetapi juga memahami dan
mengamalkan ilmu
agar menjadi bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Secara keseluruhan, pandangan-pandangan ini saling
melengkapi untuk
membangun sistem pendidikan yang tidak hanya fokus pada
kecakapan
intelektual, tetapi juga pada pembentukan karakter dan
pemberdayaan
manusia. Dengan integrasi pemikiran ini, pendidikan menjadi
fondasi
untuk mewujudkan generasi yang tidak hanya terampil secara
akademis,
tetapi juga memiliki integritas moral, empati sosial, dan
spiritualitas yang
kokoh. Sistem pendidikan seperti ini tidak hanya relevan
dengan
perkembangan zaman, tetapi juga memberi arah yang jelas
dalam
menghadapi tantangan global di masa depan.
Pembelajaran Mendalam sejalan dengan pemikiran para filsuf
pendidikan,
karena pembelajaran mendalam menempatkan peserta didik
sebagai
pusat dari proses pembelajaran, dengan menciptakan suasana
belajar
yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Pendekatan
ini
semakin relevan dalam menghadapi dunia yang penuh
kompleksitas dan
ketidakpastian, dengan cara mengintegrasikan olah pikir
(intelektual),
olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olah raga
(kinestetik) secara
holistik dan terpadu. Pembelajaran Mendalam tidak hanya
bertujuan
meningkatkan kemampuan akademik, tetapi juga membentuk
karakter,
kreativitas, dan empati, sehingga peserta didik tumbuh
menjadi individu
yang utuh dan selaras dengan tuntutan global.
Pembelajaran mendalam menekankan bahwa pembelajaran bukan
sekadar transfer ilmu, melainkan penciptaan suasana yang
memuliakan
peserta didik. Filosofi ini berlandaskan pandangan
pendidikan holistik
yang mengedepankan keseimbangan antara aspek intelektual,
emosional,
spiritual, dan fisik. Melalui pembelajaran berkesadaran,
peserta didik
diajak untuk hadir secara penuh dalam setiap aktivitas
belajar.
Pendekatan ini menegaskan pentingnya sinkronisasi antara
pikiran,
perasaan, dan tindakan, sebagaimana diajarkan oleh Ki Hajar
Dewantara
melalui sistem among yang berbasis nilai asah, asih, dan
asuh. Dengan
kesadaran penuh, peserta didik diajak memahami bahwa belajar
adalah
proses refleksi mendalam yang melibatkan penerimaan terhadap
keragaman perspektif dan komitmen untuk terus berkembang.
Pembelajaran bermakna dalam pembelajaran mendalam memastikan
bahwa materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan nyata
peserta
didik. Dengan menghubungkan pembelajaran pada konteks
budaya,
sosial, dan tantangan sehari-hari, pembelajaran mendalam
memotivasi
peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, dan sintesis
dalam
memecahkan masalah kompleks. Pendekatan ini sejalan dengan
pandangan K.H. Ahmad Dahlan yang memandang pendidikan
sebagai alat
perubahan sosial yang membangkitkan kesadaran kolektif.
Dengan
pembelajaran bermakna, peserta didik tidak hanya mendapatkan
pengetahuan praktis, tetapi juga membangun wawasan untuk
berkontribusi secara positif terhadap masyarakat.
-5-
Suasana belajar yang menggembirakan merupakan prinsip utama
pembelajaran mendalam, di mana pembelajaran dirancang agar
bebas
dari tekanan yang berlebihan dan penuh dengan antusiasme.
Filosofi ini
menggemakan prinsip Taman Siswa yang dicanangkan oleh Ki
Hajar
Dewantara, di mana kebebasan berekspresi, kenyamanan, dan
motivasi
intrinsik peserta didik dipupuk. Dalam suasana belajar yang
menggembirakan ini, peserta didik termotivasi untuk
mengeksplorasi ilmu
pengetahuan dengan semangat dan keinginan mendalam, karena
dilandasi oleh keamanan psikologis yang membebaskan mereka
dari rasa
takut dan memungkinkan mereka untuk berekspresi, berpikir
kritis, dan
berkreasi tanpa hambatan.
Dimensi olah pikir dalam pembelajaran mendalam berfokus pada
pengembangan kemampuan intelektual peserta didik melalui
eksplorasi,
eksperimen, dan inovasi. Pendekatan ini menekankan integrasi
antara
teori dan praktik untuk memotivasi pola pikir adaptif dan
solusi kreatif.
Dimensi olah hati dan olah rasa memperkuat nilai-nilai
moral, etika, dan
estetika, membentuk peserta didik yang berintegritas,
berempati, dan
berkomitmen terhadap keadilan. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Ki
Bagus Hadikusumo dan Romo Y.B. Mangunwijaya yang menekankan
pentingnya pendidikan berbasis moralitas dan penghormatan
terhadap
martabat manusia.
Dimensi
olahraga melengkapi pembelajaran mendalam dengan
mengedepankan keseimbangan antara kesehatan fisik dan
mental. Melalui
aktivitas fisik yang terintegrasi dalam pembelajaran,
peserta didik diajak
untuk menjaga kesehatan tubuh sebagai fondasi dari
keberhasilan
akademik dan kehidupan. Pendekatan ini menanamkan nilai
disiplin,
ketekunan, dan daya tahan, sekaligus menyadarkan peserta
didik bahwa
tubuh yang sehat mendukung pikiran yang tajam dan hati yang
tenang.
Pembelajaran mendalam juga menumbuhkan semangat saling
memuliakan di lingkungan pendidikan, dengan menempatkan
penghormatan sebagai inti dari proses pembelajaran.
Sebagaimana
diajarkan oleh K.H. Hasyim Asy'ari, lingkungan pendidikan
yang baik
harus mencerminkan penghormatan terhadap guru, teman
sejawat, dan
sumber ilmu. Guru dihormati sebagai pembimbing penuh kasih
sayang,
teman sejawat dihargai dalam semangat kolaborasi, dan sumber
ilmu
dirawat dengan sikap rendah hati. Melalui sistem among, yang
mencakup
nilai asah, asih, dan asuh, pembelajaran mendalam
menciptakan harmoni
yang mendukung peserta didik untuk berkembang secara alami
tanpa
tekanan yang mengekang.
Dengan mengintegrasikan semua dimensi ini, pembelajaran
mendalam
menciptakan pengalaman pendidikan yang menyeluruh dan
relevan
dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Filosofi ini
tidak hanya
membentuk peserta didik yang cerdas, tetapi juga
bermartabat, mandiri,
dan berempati, siap menghadapi tantangan global dengan
percaya diri
dan kesadaran penuh.
D. Landasan Sosiologis
Secara sosiologis, hakikat pendidikan yang dimanifestasikan
dalam proses
pembelajaran sangat berkaitan erat dengan kepentingan
nasional,
terutama keberadaan dan kondisi bangsa yang majemuk terdiri
atas
berbagai suku, ras, budaya, dan bahasa, yang perlu dibangun
menjadi
-6-
bangsa yang maju dan berjati diri. Rumusan mencerdaskan
kehidupan
bangsa bermakna filosofis mendalam dan merupakan tujuan ke-3
dari
kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Para pendiri bangsa
mengamanatkan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 bahwa
bangsa
Indonesia harus membangun kehidupan yang cerdas dan sempurna
dalam menggunakan akal budinya di berbagai aspek kehidupan.
Di
samping itu, mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya
berarti
cerdas sumber daya manusianya, melainkan seluruh aspek
kehidupan
bangsa baik menyangkut aspek budaya, sistem, dan lingkungan
dalam
cakupan yang luas yang menggambarkan kehidupan kebangsaan.
Pembelajaran mendalam sebagai fondasi dari seluruh proses
pembelajaran dalam sistem pendidikan nasional merupakan
sarana untuk
mewujudkan amanat konstitusi untuk membangun kehidupan
bangsa
yang cerdas seperti diuraikan di atas. Dalam perspektif ini,
pembelajaran
mendalam akan menjiwai seluruh ekosistem sebagai kesatuan
sistem
pendidikan nasional secara utuh. Sebagai fondasi ekosistem
pendidikan,
hakikat pembelajaran mendalam akan mewujud dalam fungsi dan
peran
semua komponen mulai dari sistem terkecil di kelas sampai
sistem
terbesar.
Aspek sosiologis dari pendidikan yang holistik pun selaras
dengan
pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan umumnya
berarti daya
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin,
karakter), pikiran, dan tubuh anak. Pendidikan menuntut
segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka
sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pembelajaran
mendalam
menjadi fondasi utama untuk pengembangan kesadaran diri
secara
spiritual, sosial, bermakna, kontekstual, dan relevan dengan
kehidupan,
dan menggembirakan secara lahir batin.
E. Landasan Psikopedagogis
Landasan psikopedagogis merupakan landasan yang memberikan
dasar
Kurikulum terkait proses manusia belajar dan berkembang.
Penggabungan teori psikologi perkembangan dan pedagogi
dimaksudkan
untuk memastikan bahwa pengalaman belajar disesuaikan dengan
kebutuhan dan kapasitas Peserta Didik. Untuk memperhatikan
tingkat
perkembangan dan kemajuan belajar maka Peserta Didik
ditempatkan
sebagai pelaku aktif pembelajaran.
F. Pendekatan Pembelajaran Mendalam
Pendekatan pembelajaran mendalam merupakan pendekatan yang
memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana belajar
dan
proses pembelajaran berkesadaran, bermakna, dan
menggembirakan
melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga
secara holistik dan
terpadu. Pendekatan ini mendorong Peserta Didik untuk
belajar secara
sadar dan penuh perhatian, menikmati proses pembelajaran
dengan
antusias dan semangat serta menemukan makna dan relevansi
dari apa
yang dipelajari terhadap kehidupan mereka. Hal ini
memungkinkan
Peserta Didik untuk terlibat aktif, menghubungkan
pengetahuan baru
dengan pengalaman sebelumnya, dan membangun pemahaman yang
berdampak jangka panjang.
Kerangka kerja pembelajaran mendalam terdiri atas empat
komponen,
yaitu (1) dimensi profil lulusan, (2) prinsip pembelajaran,
(3) pengalaman
belajar, dan (4) kerangka pembelajaran. Pembelajaran
mendalam
difokuskan pada pencapaian delapan dimensi profil lulusan
yaitu (1)
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2)
kewargaan,
(3) penalaran kritis, (4) kreativitas, (5) kolaborasi, (6)
kemandirian, (7)
kesehatan, dan (8) komunikasi. Dimensi profil lulusan
merupakan
kompetensi utuh yang harus dimiliki oleh setiap Peserta
Didik setelah
menyelesaikan proses pembelajaran dan pendidikan.
Delapan dimensi profil lulusan merupakan hasil dari capaian
pengetahuan, keterampilan, dan karakter. Di samping itu,
delapan
dimensi profil lulusan menumbuhkembangkan lulusan yang
memiliki
kepemimpinan efektif yang berintegritas, profesional, dan
transformatif.
Profil lulusan dicapai melalui prinsip sebagai berikut.
Pembelajaran yang berkesadaran terjadi ketika Peserta Didik
menjadi
pemelajar yang aktif dan mampu meregulasi diri. Peserta
Didik
memahami tujuan pembelajaran, termotivasi secara intrinsik
untuk
belajar, serta aktif mengembangkan strategi belajar untuk
mencapai
tujuan. Ketika Peserta Didik memiliki kesadaran belajar,
mereka
akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan sebagai
pembelajar
sepanjang hayat.
Pembelajaran yang bermakna terjadi ketika Peserta Didik
dapat
menerapkan pengetahuannya secara kontekstual. Proses belajar
Peserta Didik tidak hanya sebatas memahami
informasi/penguasaan
konten, namun berorientasi pada kemampuan mengaplikasi
pengetahuan. Kemampuan ini mendukung retensi jangka panjang.
Pembelajaran terkoneksi dengan lingkungan Peserta Didik
membuat
mereka memahami siapa dirinya, bagaimana menempatkan diri,
dan
bagaimana mereka dapat berkontribusi kembali. Konsep
pembelajaran yang bermakna melibatkan Peserta Didik dengan
isu
nyata dalam konteks personal, lokal, nasional, global.
Pembelajaran
harus melibatkan orang tua, masyarakat, atau komunitas
sebagai
sumber pengetahuan praktis, serta menumbuhkan rasa tanggung
jawab dan kepedulian sosial.
Pembelajaran yang menggembirakan merupakan suasana belajar
yang positif, menantang, menyenangkan, dan memotivasi. Rasa
senang dalam belajar membantu Peserta Didik terhubung secara
emosional, sehingga lebih mudah memahami, mengingat, dan
menerapkan pengetahuan. Ketika Peserta Didik menikmati
proses
belajar, motivasi intrinsik mereka akan tumbuh, mendorong
rasa
ingin tahu, kreativitas, dan keterlibatan aktif. Dengan
demikian,
pembelajaran membangun pengalaman belajar yang berkesan.
Bergembira dalam belajar juga diwujudkan ketika setiap
Peserta
Didik merasa nyaman, Peserta Didik terpenuhi kebutuhannya
seperti
pemenuhan kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan
kasih sayang dan rasa memiliki, kebutuhan penghargaan, serta
kebutuhan aktualisasi diri.
Untuk lebih lengkapnya PERMENDIKDASMEN NO 13 TAHUN 2025 silahkan unduh klik SINI
#cerdasberkarakter
#7kebiasaananakindonesiahebat
#AnakIndonesiaHebat #KebiasaanAnak
#KebiasaanPositif #kurikulumterbaru
#pembelajaranmendalam
#kemendikdasmenramah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar